BACAHUKUM, GOWA – Kasus sindikat uang palsu yang melibatkan 17 tersangka di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terungkap dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Gowa, Kamis (19/12/2024). Dari total tersangka, dua di antaranya merupakan oknum karyawan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T. Simanjuntak, mengungkapkan bahwa kedua tersangka berinisial IR (37) dan AK (50) bekerja di dua bank BUMN yang berbeda.
“Dari 17 tersangka, dua di antaranya adalah oknum dari bank BUMN Indonesia,” ujar Rheonald.
Peran Dua Oknum Karyawan Bank
Kapolres menjelaskan bahwa IR dan AK terlibat aktif dalam transaksi jual beli uang palsu. Mereka tidak hanya menjual dan membeli, tetapi juga menggunakan uang palsu tersebut untuk berbagai keperluan.
“Dia pokoknya masuk dalam perannya transaksi jual beli uang palsu. Dia juga gunakan, dia juga menjual, dia juga membeli,” ungkap Rheonald.
Namun, ia menegaskan bahwa tindakan kedua oknum ini tidak berkaitan dengan institusi tempat mereka bekerja.
“Kami tidak sebut banknya, karena tidak ada kaitannya. Transaksi ini di luar dari tempat mereka bekerja, jadi hanya statusnya saja,” tambahnya.
Pasal dan Ancaman Hukuman
Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 36 ayat 1, 2, dan 3 serta Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Mereka menghadapi ancaman hukuman pidana maksimal 10 tahun hingga seumur hidup.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama karena melibatkan pegawai bank yang seharusnya memiliki pemahaman lebih mendalam tentang integritas keuangan. Selain itu, keterkaitan dengan UIN Alauddin Makassar turut memperkeruh citra institusi tersebut. Sebelumnya, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin juga dinyatakan sebagai salah satu tersangka dalam sindikat ini.
Kapolres Gowa menegaskan bahwa penyelidikan akan terus dilanjutkan untuk memastikan tidak ada aktor lain yang terlibat dalam jaringan tersebut. Kasus ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih waspada terhadap peredaran uang palsu yang dapat merusak perekonomian negara. (Tim)