BacaHukum.com – Opini publik belakangan ini ramai mempertanyakan makna sebenarnya dari predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada pemerintah daerah. Sebagian menganggap WTP sebagai sebuah prestasi dan penghargaan tertinggi dalam pengelolaan keuangan daerah, sementara yang lain memandangnya sekadar kewajiban dasar yang harus dipenuhi tanpa perlu dielu-elukan dan bahkan menjadi sebuah pencitraan Politik Kepala Daerah.
Apa Itu WTP BPK?
WTP adalah opini tertinggi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Opini ini menunjukkan bahwa laporan keuangan suatu daerah disajikan secara wajar, sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan, dan tidak ada kesalahan material. Dengan kata lain, WTP menandakan bahwa pengelolaan keuangan daerah telah memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
WTP sebagai “Penghargaan”: Pro dan Kontra
Banyak pejabat daerah, termasuk gubernur, bupati, dan walikota, menjadikan capaian WTP sebagai salah satu keberhasilan utama mereka. Bahkan, tak jarang opini WTP dijadikan alat kampanye politik untuk menunjukkan kinerja yang baik dalam tata kelola keuangan.
Namun, muncul kritik dari sejumlah pengamat kebijakan publik dan aktivis antikorupsi yang menyatakan bahwa WTP seharusnya bukanlah penghargaan, melainkan kewajiban minimal yang wajib dipenuhi setiap pemda. Sebab, pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel seharusnya menjadi standar dasar pemerintahan yang baik (good governance).
“Jika WTP dianggap sebagai prestasi, berarti selama ini masih banyak daerah yang gagal memenuhi kewajiban dasar pengelolaan keuangan,” ujar salah satu Aktivis muda dan praktisi Hukum serta pengamat kebijakan publik Jambi.
Masalah di Balik WTP
Faktanya, capaian WTP tidak selalu mencerminkan bebasnya suatu daerah dari masalah korupsi atau inefisiensi. Beberapa daerah yang meraih WTP justru terbukti memiliki kasus korupsi atau pemborosan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa WTP hanya menilai aspek formal pelaporan, bukan kualitas penyerapan anggaran atau manfaatnya bagi masyarakat.
Selain itu, terdapat kecenderungan window dressing dalam penyusunan laporan keuangan demi meraih WTP, seperti memaksakan penyerapan anggaran di akhir tahun tanpa mempertimbangkan efektivitas program.
Perlunya Evaluasi Makna WTP
Publik perlu melihat WTP secara kritis tidak sekadar sebagai penghargaan, tetapi sebagai alat untuk mendorong perbaikan tata kelola keuangan yang lebih substansial. BPK dan pemerintah pusat juga perlu memperkuat evaluasi tidak hanya pada aspek administratif, tetapi juga dampak nyata pengelolaan anggaran terhadap kesejahteraan masyarakat.
“WTP bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan efektif,” tegas pengurus Harian DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia – Jambi.
Dengan demikian, pejabat daerah seharusnya tidak berpuas diri dengan meraih WTP, melainkan terus meningkatkan akuntabilitas dan kualitas pembangunan di daerahnya.
Penulis :Aktivis dan pengamat kebijakan Publik
Editor : Prisal Herpani
( Rilis ini disusun untuk memicu diskusi publik tentang makna WTP dan mendorong transparansi yang lebih nyata dalam pengelolaan keuangan daerah ).