Perkiraan Dampak Kebijakan “Tarif Baru Trump” terhadap Sektor Pariwisata

BacaHukum.com, Jambi – Presiden AS Donald Trump beberapa waktu lalu menerapkan kebijakan tarif baru secara luas yang berdampak pada berbagai produk impor dari sejumlah negara. Kebijakan ini mencakup:

  1. Tarif dasar 10% untuk mitra dagang.
  2. Tarif 25% untuk mobil impor.
  3. Tarif resiprokal (reciprocal tariff) terhadap minimal 50 negara, dengan tingkat tarif mencapai hampir 50%.

Reciprocal tariff adalah kebijakan di mana suatu negara memberlakukan tarif impor yang setara dengan tarif yang dikenakan negara lain terhadap produknya. Umumnya, respons terhadap kebijakan semacam ini meliputi subsidi ekspor, bea masuk anti-dumping, atau negosiasi bilateral.

Bagaimana Dampak Kebijakan Tarif terhadap Sektor Pariwisata?

Meskipun kebijakan tarif Trump tidak secara langsung mengena pada biaya penerbangan, akomodasi hotel, atau paket wisata, dampak tidak langsungnya signifikan. Kenaikan harga dan biaya hidup dapat:

  1. Menurunkan kecenderungan masyarakat untuk bepergian (propensity to travel).
  2. Melemahkan kepercayaan konsumen (consumer confidence).
  3. Mengganggu rencana perjalanan (disrupting travel), termasuk perubahan perilaku wisatawan dan sentimen ekonomi.

Efek berantai (knock-on effects) dari kenaikan tarif ini mendorong inflasi, membuat destinasi wisata menjadi lebih mahal—terutama bagi wisatawan domestik yang sangat peka terhadap harga (price-sensitive). Hal ini berpotensi menurunkan tingkat penghunian kamar (TPK) hotel dan pendapatan sektor pariwisata secara keseluruhan.

Dampak Spesifik pada Industri Hotel

Selain penurunan TPK, pelaku industri hotel menghadapi dua tantangan utama:

  1. Kenaikan biaya konstruksi akibat tarif pada bahan bangunan (misalnya baja).
  2. Kenaikan harga fixture & equipment untuk pengembangan properti.

Skift Research dalam laporannya “US Hotel Supply Outlook” memprediksi perlambatan pembangunan hotel baru pada 2025 akibat mahalnya biaya konstruksi.

Strategi Menghadapi Krisis

Dalam situasi ini, industri pariwisata perlu melakukan adaptasi, antara lain:

  1. Mengantisipasi pergeseran tren perjalanan (misalnya dari long-haul ke short-haul, atau dari internasional ke domestik/lokal).
  2. Mempertahankan harga sesuai kualitas dengan inovasi produk (contoh: menyediakan fasilitas tambahan seperti troli untuk anak di lobi hotel).
  3. Mengutamakan produk lokal untuk menekan biaya operasional.
  4. Komunikasi transparan tentang kenaikan harga kepada pelanggan.
  5. Meningkatkan sustainable practices dan etika promosi untuk menjaga daya saing.

Seperti dikatakan Chris Hemmeyer, Managing Director Thayer Ventures (dana investasi pariwisata AS):

“Short-term is uncertain, but long-term is not.”

Industri pariwisata harus tetap optimistis dan adaptif dalam menghadapi dinamika kebijakan global.

Sumber/Penulis:

  • Alumnus Department of Hospitality & Tourism, University of Wisconsin, USA.
  • Thamrin B. Bachri :Tenaga Ahli Gubernur Jambi Bidang Pariwisata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top