BACAHUKUM.COM, JAKARTA – Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP) meminta semua pihak untuk mengedepankan asas praduga tak bersalah terkait penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah kediaman Ketua Umum PP, Japto Soerjosoemarno, pada Selasa malam (4/2/2025).
Sekretaris Jenderal MPN PP, Arif Rahman, menyatakan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan meminta semua pihak untuk melakukan hal yang sama.
“Kami menghormati proses hukum dan kami meminta agar semua menghormati serta mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujar Arif Rahman seperti melansir CNN Indonesia, Kamis (6/2/2025).
Penggeledahan ini dilakukan dalam rangka penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Dalam operasi tersebut, tim penyidik KPK menyita 11 mobil, sejumlah uang dalam mata uang rupiah dan valuta asing, serta berbagai dokumen dan barang bukti elektronik.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyampaikan bahwa pihaknya sedang berupaya menelusuri serta menyita aset-aset yang diduga berasal dari hasil gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh Rita. Langkah ini dilakukan dalam upaya pemulihan aset negara.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK sebelumnya telah menggeledah rumah pengusaha batu bara sekaligus Ketua Pemuda Pancasila Kalimantan Timur, Said Amin, pada Juni 2024 lalu. Selain itu, pada Selasa (4/2/2025), penyidik juga menggeledah rumah kediaman Wakil Ketua Umum MPN PP yang juga politisi Partai NasDem, Ahmad Ali. Dalam penggeledahan tersebut, sejumlah barang bukti seperti uang tunai, tas, jam tangan, dan kendaraan mewah turut disita.
Kasus Gratifikasi Rita Widyasari
Rita Widyasari kembali berurusan dengan KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi terkait pertambangan batu bara, dengan nilai berkisar antara USD 3,3 hingga USD 5 per metrik ton batu bara. Ia diduga telah menyamarkan penerimaan gratifikasi tersebut sehingga KPK menerapkan pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Sejumlah aset yang disinyalir berasal dari hasil korupsi masih terus didalami. KPK juga telah memeriksa saksi-saksi untuk mengungkap lebih jauh aliran dana yang terlibat dalam kasus ini.
Pada Kamis (27/6/2024), KPK telah memeriksa pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, guna mendalami sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya. Penyidik juga menggeledah rumah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita Widyasari dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Mereka diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi dalam berbagai proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan total nilai mencapai Rp 436 miliar.
Rita disinyalir menggunakan uang hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan, tanah, serta menyimpannya dalam bentuk uang tunai dan aset lainnya atas nama orang lain.
Saat ini, Rita tengah menjalani vonis pidana 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), ia juga dijatuhi denda sebesar Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan, serta pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani hukuman pokoknya.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar dan suap Rp 6 miliar dari berbagai pemohon izin dan rekanan proyek.