BacaHukum.com, Jambi – Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi menyoroti perubahan status Rumah Sakit Pratama Kerinci yang tiba-tiba naik dari Tipe D Pratama menjadi Tipe D. BPRS menegaskan bahwa perubahan status ini tidak sesuai dengan regulasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak yang terlibat.
Perubahan Status Tak Sesuai Regulasi
Anggota BPRS Provinsi Jambi, Halid, menyatakan bahwa lonjakan status rumah sakit ini harus dikembalikan ke Tipe D Pratama sesuai dengan peruntukan awal. Menurutnya, perubahan status yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar bisa menimbulkan masalah besar.
“Harus dikembalikan ke Tipe D Pratama sesuai peruntukan awal. Kalau tetap dipaksakan, ini akan jadi masalah besar karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam perencanaan awal,” tegas Halid.
Ia menjelaskan bahwa peningkatan status rumah sakit harus melalui prosedur baku, termasuk evaluasi bertahap, uji fungsi, kalibrasi alat kesehatan, pemenuhan tenaga medis sesuai standar, serta mendapatkan izin resmi dari Kemenkes.
Potensi Pelanggaran dan Sanksi Hukum
BPRS mengingatkan bahwa jika izin operasional rumah sakit ini tetap dipaksakan tanpa prosedur yang benar, maka pihak terkait bisa terjerat sanksi hukum. Perubahan status rumah sakit yang tidak sesuai standar dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang hingga dugaan korupsi anggaran negara.
Proyek RS Pratama Kerinci awalnya dirancang sebagai RS Tipe D Pratama, yaitu rumah sakit dengan layanan dasar yang mirip dengan puskesmas tetapi mampu menerima pasien rawat inap. Namun, tanpa prosedur yang jelas, statusnya tiba-tiba berubah menjadi RS Tipe D.
“Dana yang dikucurkan Kemenkes untuk RS Pratama Kerinci adalah untuk Tipe D Pratama, bukan RS Tipe D. Jika statusnya berubah, harus ada alokasi anggaran tambahan untuk memenuhi standar pelayanan dan fasilitas sesuai tipe baru. Jika tidak, ini menyalahi aturan dan bisa jadi temuan hukum,” jelas Halid.
Dalam aturan Kemenkes, RS Tipe D Pratama hanya membutuhkan dokter umum, sementara RS Tipe D harus memiliki minimal empat dokter spesialis utama, seperti bedah, kandungan, anak, dan penyakit dalam. Selain itu, RS Tipe D wajib memiliki minimal 50 tempat tidur untuk pasien rawat inap.
“Sekarang pertanyaannya, apakah rumah sakit ini sudah memenuhi standar itu? Kalau belum, tapi tetap dipaksakan, ini bisa menjadi bentuk manipulasi administrasi yang masuk ranah hukum,” tambahnya.
Desakan BPRS: Kembalikan Status ke Tipe D Pratama
Dengan adanya berbagai persoalan ini, BPRS Jambi menegaskan sikapnya:
- RS Pratama Kerinci harus dikembalikan ke Tipe D Pratama sesuai dengan alokasi anggaran awal dari Kemenkes.
- Izin operasional rumah sakit harus direvisi sesuai dengan standar yang ditetapkan.
- Audit menyeluruh harus segera dilakukan, mulai dari perencanaan, pengadaan, hingga implementasi proyek.
“Kami mendesak agar proyek ini dikembalikan ke jalur yang benar. Kalau memang Tipe D Pratama, ya tetap Tipe D Pratama. Jangan ada permainan yang berpotensi merugikan keuangan negara,” tegas Halid.