Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI-P, Bob Andika Mamana Sitepu

Skandal Mafia Tanah, DPR Sebut Banyak Oknum ATR/BPN Terlibat!

BACAHUKUM.COM, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI-P, Bob Andika Mamana Sitepu, menyampaikan kritik tajam terhadap Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang dinilainya menjadi pintu masuk bagi praktik mafia tanah. Pernyataan tersebut diungkapkan Bob dalam rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR RI, Kamis (23/1/2025), setelah mendengar aduan masyarakat yang menjadi korban mafia tanah.

Menurut Bob, praktik mafia tanah tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan oknum di jajaran Kementerian ATR/BPN. Ia menegaskan bahwa peran oknum ini membuka celah untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang, seperti penerbitan sertifikat tanah ganda yang sering kali memicu konflik.

“Mafia tanah itu berasal dari kita. Kalau oknum-oknum di BPN tidak membuka pintu, tentu praktik ini tidak akan terjadi, ujar Bob dalam rapat tersebut.

Modus Sertifikat Ganda dan Minimnya Solusi

Bob menyoroti modus penerbitan sertifikat tanah ganda yang menjadi akar dari banyak sengketa. Ia juga mengkritik respons Kementerian ATR/BPN yang kerap menyarankan masyarakat untuk menempuh jalur pengadilan, meskipun masalah tersebut berawal dari kesalahan internal pihak BPN.

“Masyarakat sering kali hanya disuruh tuntut ke pengadilan, sementara mereka harus menghadapi oknum pengusaha yang sudah menguasai aset itu. Padahal kesalahan berasal dari kita,” tegas Bob.

Bob meminta Kementerian ATR/BPN segera menertibkan jajaran oknum-oknumnya serta memperbaiki tata kelola agar mafia tanah bisa diberantas secara efektif.

Dukungan dari Komisi II DPR RI

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mendukung pernyataan Bob dan mengingatkan jajaran Kementerian ATR/BPN untuk melihat iktikad baik dari Komisi II dalam menyelesaikan persoalan mafia tanah.

“Komisi II telah menerima lebih dari 60.000 laporan terkait sengketa tanah. Banyak kasus yang hingga kini belum terselesaikan,” ujar Dede.

Ia meminta Kementerian ATR/BPN memanfaatkan kehadiran para kepala kantor wilayah (kanwil) dan kantor pertanahan (kantah) yang hadir dalam rapat untuk menyusun langkah konkret. Dede juga menegaskan bahwa Komisi II akan terus memantau dan meminta laporan progres setiap dua hingga tiga bulan ke depan.

“Kami berharap dalam beberapa bulan ke depan, ada perkembangan signifikan sehingga laporan-laporan masyarakat dapat terselesaikan,” lanjutnya.

Kritik tajam dari Komisi II DPR RI ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperbaiki tata kelola Kementerian ATR/BPN, sekaligus memberantas mafia tanah yang telah merugikan banyak masyarakat. Dengan koordinasi yang lebih baik antara Komisi II dan Kementerian ATR/BPN, diharapkan praktik mafia tanah dapat diminimalkan, dan keadilan bagi masyarakat dapat terwujud.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top