BACAHUKUM.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, untuk segera membatalkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit di area pagar laut Kabupaten Tangerang, Banten.
Dasco, yang juga menjabat sebagai Ketua Harian DPP Partai Gerindra, mengaku belum mengetahui pasti bagaimana proses penerbitan sertifikat tersebut di atas area yang sejatinya adalah wilayah perairan.
“Jadi kita belum tahu pasti bagaimana proses sertifikat bisa keluar,” ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).
Permintaan Tegas untuk Pembatalan Sertifikat
Meski belum ada kejelasan mengenai proses penerbitan sertifikat tersebut, Dasco menegaskan bahwa DPR meminta Menteri ATR untuk membatalkan sertifikat-sertifikat tersebut.
“Tapi yang pasti DPR meminta kepada Menteri ATR untuk melakukan pembatalan terhadap sertifikat-sertifikat yang ada,” tegasnya.
Langkah ini diambil setelah Komisi IV DPR RI melaporkan adanya kejanggalan terkait lokasi sertifikat yang berada di atas laut.
“Karena kemarin Komisi IV sudah memberikan info bahwa sertifikat-sertifikat yang ada itu berada di lokasi air laut,” tambah Dasco.
Polemik Sertifikat di Atas Laut
Kasus ini menarik perhatian publik karena mencuatnya fakta bahwa sertifikat kepemilikan bangunan dan tanah diterbitkan di area yang tidak seharusnya, yakni wilayah perairan laut. Hal ini memicu pertanyaan besar mengenai validitas proses penerbitannya.
DPR berencana memanggil pihak Kementerian ATR/BPN untuk membahas masalah ini lebih lanjut, guna memastikan langkah hukum dan administrasi yang diambil berjalan sesuai aturan.
Langkah Tegas untuk Mengatasi Kejanggalan
Permintaan pembatalan sertifikat ini menjadi langkah awal untuk menegakkan transparansi dan tata kelola yang baik dalam administrasi pertanahan di Indonesia. DPR dan Kementerian ATR diharapkan segera mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikan polemik ini, demi mencegah potensi konflik lahan yang lebih luas.