Dasco Tegaskan Keputusan MK Final, Tapi Masyarakat Jangan Sembarangan Kritik Institusi

Jakarta, BacaHukum.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa hanya individu yang dapat melaporkan dugaan pencemaran nama baik, sementara institusi pemerintah, korporasi, profesi, dan jabatan tidak termasuk dalam pihak yang berhak melaporkan berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan penghormatannya terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.

“Ya, yang pertama tentunya keputusan MK adalah final dan mengikat, dan kita sama-sama hormati,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).

Meski demikian, Dasco mengingatkan pentingnya masyarakat Indonesia menjaga etika dan tanggung jawab dalam berpendapat. Ia menekankan perlunya mempertahankan budaya timur yang menjunjung sopan santun, termasuk dalam menyampaikan kritik terhadap institusi.

“Walaupun putusan MK membatasi pelaporan pencemaran nama baik hanya untuk individu, sebagai bangsa Timur, kita harus tetap menjaga perilaku. Ada batasan-batasan yang perlu kita sadari bersama sebagai masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Detail Putusan MK

MK menegaskan bahwa hanya korban individu yang dapat melaporkan dugaan pencemaran nama baik, sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (29/4) dan dapat diakses pada Rabu (30/4).

Pemohon, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, mengajukan permohonan pengujian terhadap beberapa pasal UU ITE, yakni:

  • Pasal 27A (pencemaran nama baik),
  • Pasal 45 ayat (4) (sanksi pencemaran nama baik),
  • Pasal 28 ayat (2) (ujaran kebencian), dan
  • Pasal 45A ayat (2) (sanksi ujaran kebencian).

Daniel berargumen bahwa pasal-pasal tersebut tidak memberikan kepastian hukum dalam penanganan kasus ITE, khususnya terkait pencemaran nama baik. MK kemudian mengabulkan sebagian permohonannya dengan menafsirkan bahwa frasa “orang lain” dalam UU ITE hanya merujuk pada individu, bukan lembaga atau kelompok.

Perubahan Pasal UU ITE

Berikut perbandingan pasal-pasal yang diubah:

Pasal 27A (Pencemaran Nama Baik)

Sebelum:
“Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.”

Setelah Putusan MK:
Frasa “orang lain” hanya berlaku untuk individu, tidak mencakup institusi, korporasi, atau kelompok.

Pasal 28 ayat (2) (Ujaran Kebencian)

Tetap berlaku, tetapi MK menegaskan bahwa pelaporan harus proporsional dan tidak digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi secara berlebihan.

Pertimbangan MK

MK menyatakan bahwa UU ITE harus menjaga keseimbangan antara:

  • Perlindungan privasi individu,
  • Kebebasan berpendapat, dan
  • Pencegahan penyalahgunaan hukum (misalnya, penggunaan pasal karet untuk membungkam kritik).

MK juga menegaskan bahwa Pasal 27A UU ITE harus sejalan dengan Pasal 433 ayat (1) KUHP 2023, yang secara eksplisit menyatakan bahwa pencemaran nama baik hanya berlaku bagi individu.

“Ketidakjelasan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A UU ITE rentan disalahgunakan. Oleh karena itu, MK membatasi maknanya hanya untuk individu,” jelas MK.

Respons Pemerintah

Istana juga menyatakan penghormatan terhadap putusan MK. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk melindungi kebebasan berekspresi sekaligus mencegah penyalahgunaan UU ITE.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top