PERMAHI Kritik BNN Kota Jambi: Pembebasan Devi Tunjukkan Lemahnya Penegakan Hukum

BacaHukum.com, Jambi – Kasus penangkapan dan pembebasan Devi, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Inspektorat Muaro Jambi, yang tertangkap tangan mengonsumsi sabu, telah menimbulkan gelombang pertanyaan publik terhadap kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Jambi. Devi, yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat, justru terlibat dalam kasus narkoba, dan pembebasannya yang cepat tanpa proses rehabilitasi menimbulkan spekulasi adanya praktik korupsi atau intervensi dari pihak tertentu.

Dikutip dari Media online InfoKabarJambiTerkini.com, Pada Sabtu, 11 Januari 2025, sekitar pukul 20.00 WIB, Devi dan beberapa rekannya dari kalangan masyarakat sipil diamankan oleh tim BNN Kota Jambi di daerah Lebak Bandung. Namun, hanya dalam dua hari, mereka sudah dibebaskan tanpa melalui proses rehabilitasi sebagaimana seharusnya. Publik mempertanyakan mengapa Devi hanya dikenakan wajib lapor, sementara prosedur standar untuk kasus pengguna narkoba adalah rehabilitasi. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya “pelicin” atau intervensi dari pihak Inspektorat Muaro Jambi, mengingat status Devi sebagai ASN.

Melihat isu problem tersebut, Badan Pengurus Harian (BPH) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Jambi kritisi BNN Kota Jambi dengan berbagai pandangan.

Lemahnya Penegakan Hukum dan Dampaknya pada Citra Pemberantasan Narkoba

Kasus ini semakin memperburuk citra pemberantasan narkoba di Jambi. Jika benar ada oknum yang bermain dalam kasus ini, hal tersebut mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap pengguna narkoba, terutama bagi mereka yang memiliki jabatan atau pengaruh. Publik kini menuntut transparansi dari BNN Kota Jambi terkait keputusan tersebut. Apakah ini benar-benar murni kebijakan hukum, atau ada praktik korupsi di baliknya?

Dalam konteks hukum, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa pengguna narkoba wajib menjalani rehabilitasi, bukan hanya wajib lapor. Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan pengguna dari ketergantungan narkoba, sementara wajib lapor hanya bersifat administratif. Pembebasan Devi tanpa rehabilitasi menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi penegakan hukum oleh BNN Kota Jambi.

Spekulasi Intervensi dan Perlunya Investigasi Independen

Munculnya spekulasi bahwa Devi telah memberikan “pelicin” agar terhindar dari rehabilitasi atau penahanan semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi dalam penanganan kasus ini. Selain itu, dugaan intervensi dari pihak Inspektorat Muaro Jambi juga menguat, mengingat status Devi sebagai ASN yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat.

Untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini, diperlukan investigasi independen oleh lembaga yang berwenang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Investigasi ini harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk memastikan tidak ada praktik korupsi atau intervensi yang melindungi Devi dari proses hukum yang seharusnya.

Dampak Sosial dan Hukum

Kasus ini tidak hanya merusak citra BNN Kota Jambi, tetapi juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Jika oknum-oknum tertentu dapat dengan mudah menghindari hukum hanya karena memiliki jabatan atau pengaruh, maka upaya pemberantasan narkoba akan kehilangan kredibilitasnya. Masyarakat akan semakin skeptis terhadap upaya pemerintah dalam memerangi narkoba, dan hal ini dapat memperburuk situasi penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

Rekomendasi

  1. Transparansi BNN Kota Jambi: BNN Kota Jambi harus memberikan penjelasan yang jelas dan transparan kepada publik mengenai alasan pembebasan Devi tanpa proses rehabilitasi. Jika ada indikasi pelanggaran, BNN harus mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat.
  2. Investigasi Independen: Lembaga yang berwenang, seperti KPK atau Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, harus segera melakukan investigasi independen untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini. Jika ditemukan bukti korupsi atau intervensi, oknum yang terlibat harus diproses secara hukum.
  3. Penegakan Hukum yang Adil: Pemerintah harus memastikan bahwa penegakan hukum terhadap pengguna narkoba dilakukan secara adil dan konsisten, tanpa memandang status atau jabatan. Rehabilitasi harus menjadi prioritas dalam penanganan kasus pengguna narkoba, sesuai dengan amanat Undang-Undang Narkotika.
  4. Edukasi dan Sosialisasi: Pemerintah dan lembaga terkait harus meningkatkan upaya edukasi dan sosialisasi tentang bahaya narkoba, terutama bagi ASN dan masyarakat umum. ASN harus menjadi contoh dalam memerangi narkoba, bukan justru terlibat dalam penyalahgunaannya.

Kesimpulan

Kasus Devi adalah cerminan dari lemahnya penegakan hukum dan potensi korupsi dalam sistem pemberantasan narkoba di Indonesia. Publik menuntut transparansi dan keadilan dalam penanganan kasus ini. Jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah dan lembaga terkait, maka upaya pemberantasan narkoba akan kehilangan kredibilitasnya, dan masyarakat akan semakin skeptis terhadap penegakan hukum di negeri ini.

Penulis Opini : Prisal Herpani BPH PERMAHI DPC Jambi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top