Edy Rahmayadi Gugat Hasil Pilgub Sumut ke MK, Minta Pemungutan Suara Ulang

BACAHUKUM, JAKARTA – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nomor urut 2, Edy Rahmayadi dan Hasan Basri Sagala, resmi mengajukan gugatan perselisihan hasil Pilgub Sumut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini dilayangkan karena mereka menduga adanya pelanggaran serius selama proses pemilihan, termasuk dampak banjir yang mengganggu partisipasi pemilih dan dugaan kecurangan yang melibatkan aparatur negara.

Dalam permohonan tersebut, Edy-Hasan meminta MK untuk memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di wilayah yang terdampak banjir atau bahkan di seluruh kabupaten/kota di Sumut.

“Kami memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendiskualifikasi pasangan 01 dan memerintahkan PSU. Jika PSU di seluruh Sumatera Utara tidak memungkinkan, kami meminta PSU di empat wilayah terdampak banjir, yaitu Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kota Medan, dan Kabupaten Deli Serdang,” ujar kuasa hukum Edy-Hasan, Yance Aswin, saat konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (11/12/2024).

Banjir Berdampak pada Partisipasi Pemilih

Menurut Yance, bencana banjir yang terjadi saat pencoblosan menghambat warga untuk menggunakan hak pilih mereka. Hal ini dianggap memengaruhi legitimasi hasil pemilu. Ia menambahkan, jika PSU dilaksanakan, masyarakat Sumut diyakini akan memberikan dukungan besar kepada pasangan Edy-Hasan.

“Banjir jelas berdampak besar pada partisipasi pemilih. Kami yakin, jika PSU dilakukan, hasilnya akan berbeda,” tegasnya.

Tudingan Kecurangan: Keterlibatan ASN dan Polri

Selain masalah banjir, kubu Edy-Hasan juga melaporkan dugaan kecurangan berupa pengerahan aparatur sipil negara (ASN), Polri, dan Kejaksaan yang diduga ikut campur dalam Pilgub Sumut. Tudingan ini kian menguat karena salah satu pasangan calon, Bobby Nasution, adalah menantu Presiden Joko Widodo.

Bobby, yang berpasangan dengan Surya sebagai calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, memenangkan Pilgub Sumut dengan meraih 3.645.611 suara. Sementara Edy-Hasan hanya mendapatkan 2.009.311 suara.

“Keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam mendukung pasangan 01 membuat proses pemilihan tidak adil. Ini jelas melanggar prinsip demokrasi,” tambah Yance.

Kasus Serupa di Kabupaten Morotai

Selain sengketa Pilgub Sumut, MK juga menerima gugatan dari Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Pasangan Deny Garuda dan Muhammad Qubais Baba, calon bupati-wakil bupati nomor urut 1, menggugat kemenangan pasangan nomor urut 03, Rusli Sibua dan Rio Christian Pawane.

Dalam pilkada tersebut, Rusli-Rio dinyatakan menang dengan 20.100 suara, sementara Deny-Qubais mendapatkan 18.234 suara. Kuasa hukum Deny-Qubais, Roslan, menyatakan pasangan Rusli-Rio tidak memenuhi syarat pencalonan dan meminta pembatalan hasil pemilu di Morotai.

“Pemenang nomor urut 03 tidak memenuhi syarat, sehingga hasil pemilu di Morotai cacat hukum,” ujar Roslan usai mendaftarkan gugatan.

Menunggu Putusan MK

Mahkamah Konstitusi akan segera menggelar sidang untuk mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, memverifikasi bukti-bukti, dan memberikan keputusan atas sengketa ini. Putusan MK nantinya akan menjadi penentu apakah PSU diperlukan atau tidak.

Kasus ini menjadi sorotan publik, khususnya di Sumut dan Morotai, karena hasilnya berpotensi mengubah peta politik daerah. Sebagai lembaga peradilan tertinggi, MK diharapkan mampu memberikan keputusan yang adil dan menjaga integritas demokrasi di Indonesia.

Dinamika Pilkada yang Memanas

Sengketa hasil pilkada kerap menjadi bagian dari dinamika politik Indonesia. Dalam setiap gugatan, MK harus mampu menyeimbangkan antara keadilan hukum dan aspirasi masyarakat. Perkembangan terbaru dari kasus ini akan terus ditunggu oleh publik, terutama mereka yang berharap pada keadilan dalam proses demokrasi.

Akankah MK mengabulkan gugatan Edy-Hasan dan Deny-Qubais? Semua mata kini tertuju pada tahapan berikutnya di Mahkamah Konstitusi. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top