Aksi Unjuk Rasa Warga Bangka Belitung ke BPKP, Protes Kerugian Lingkungan Rp 217 Triliun di Kasus Timah

BACAHUKUM, BABEL – Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Peduli Bangka Belitung melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bangka Belitung, Senin, 6 Januari 2025. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap hasil perhitungan kerugian lingkungan yang disebut mencapai Rp 217 triliun dalam kasus korupsi timah. Protes ini menyasar BPKP dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, yang menjadi pihak penghitungan kerugian tersebut.

Tuntutan Masyarakat dan Tuduhan Metode Tidak Ilmiah

Koordinator aksi, Natsir, menegaskan bahwa hasil perhitungan kerugian lingkungan yang dilakukan oleh Bambang Hero tidak menggunakan metode yang ilmiah dan tidak didukung oleh penelitian mendalam. Ia juga menuduh BPKP menerima begitu saja hasil tersebut tanpa melibatkan auditor independen dalam proses verifikasi.

“Kerugian awal yang disebut Rp 271 triliun itu bukan hasil audit BPKP. Tetapi statemen Bambang Hero yang disampaikan seminggu setelah penahanan para tersangka. Ini jelas seperti prank yang berhasil menyesatkan opini publik,” tegas Natsir.

Ia juga mempertanyakan perubahan data luas lahan yang dihitung dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Awalnya disebut 63.149 hektar, namun dalam persidangan direvisi menjadi 28.379 hektar. Meski demikian, nilai kerugian tetap sama, yang dianggap sebagai kejanggalan besar.

Kritik dari Peserta Aksi

Salah satu peserta aksi, Elly Gustina Rebuin, menyoroti ketidaksesuaian antara luas lahan rusak yang dihitung oleh Bambang Hero dengan data resmi. Ia menyebutkan bahwa total luas lahan rusak di Bangka Belitung berdasarkan data ITB dan lingkungan hidup hanya sekitar 9.720 hektar.

“Jika biaya jaminan reklamasi Rp 90 juta per hektar dihitung dari total luas lahan tersebut, nilainya bahkan tidak sampai Rp 5 triliun. Dari mana angka Rp 271 triliun itu muncul? Ini seperti hasil perhitungan yang mengada-ada,” ungkap Elly.

Elly juga mengkritik fakta bahwa lokasi non-aktif seperti kolong retensi Pangkalpinang ikut dihitung sebagai tambang aktif, padahal kenyataannya lokasi tersebut tidak pernah digunakan untuk penambangan. Ia menegaskan bahwa dampak ekonomi dari perhitungan kerugian ini sangat besar bagi masyarakat Bangka Belitung.

Respons Kepala BPKP Bangka Belitung

Menanggapi protes ini, Kepala BPKP Perwakilan Bangka Belitung, Leo Lendra, menjelaskan bahwa audit kerugian dalam kasus ini dilakukan oleh Divisi Investigasi BPKP RI atas permintaan Kejaksaan Agung. Audit dilakukan dengan melibatkan ahli lingkungan dan ekonomi.

“Ketika BPKP melakukan audit, kami melibatkan ahli yang paham di bidangnya. Metode yang disampaikan diuji apakah dapat diterima atau tidak. Dalam kasus timah ini, kami menerima metode yang digunakan,” ujar Leo.

Leo juga menyatakan bahwa hasil audit bersifat final dan tidak dapat diubah meskipun ada fakta baru yang muncul di persidangan. “Jika di persidangan ada bantahan dari ahli lain dan majelis hakim percaya, itu sepenuhnya kewenangan hakim. Kami tidak bisa mengubah laporan yang sudah diajukan,” tambahnya.

Kontroversi dan Tuntutan Transparansi

Protes ini menyoroti berbagai kontroversi dalam penghitungan kerugian lingkungan, termasuk ketidaksesuaian data dan tuduhan konspirasi antara pihak-pihak terkait. Masyarakat menuntut transparansi dari BPKP mengenai metode, dasar, dan data yang digunakan dalam menghitung kerugian negara dalam kasus timah ini.

Dampak Ekonomi Bagi Bangka Belitung

Kasus ini memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian Bangka Belitung. Perhitungan kerugian yang dianggap tidak realistis memengaruhi opini publik dan kebijakan terkait tambang di wilayah tersebut. Masyarakat berharap pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan solusi yang lebih adil dan berbasis data akurat demi menjaga stabilitas ekonomi dan lingkungan di Bangka Belitung.

Aksi protes ini menjadi pengingat bahwa keakuratan dan transparansi dalam audit negara sangat penting untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan. Pihak terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi yang komprehensif untuk menyelesaikan polemik ini. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top