Kritik Regulasi Rokok Elektronik dan Tembakau, MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Kesehatan

BACAHUKUM, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana untuk memeriksa permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Selasa (24/12/2024).

Permohonan tersebut diajukan oleh Astro Alfa Liecharlie, yang mempersoalkan pengaturan dalam undang-undang tersebut terkait produksi dan peredaran produk tembakau serta rokok elektronik. Astro menilai pengaturan tersebut lebih mengutamakan aspek ekonomi dibandingkan kesehatan masyarakat.

Keseimbangan Ekonomi dan Kesehatan

Dalam persidangan, Astro menyampaikan bahwa meskipun UU Kesehatan tidak sepenuhnya melarang produksi dan peredaran produk tembakau dan rokok elektronik, pertimbangan ekonomi dan keuangan seharusnya tidak mengorbankan kesehatan masyarakat. Menurutnya, jika ekonomi menjadi alasan utama, maka produksi tembakau dan rokok elektronik sebaiknya hanya untuk tujuan ekspor. Sebaliknya, peredaran, impor, dan konsumsi domestik yang merugikan kesehatan masyarakat perlu dilarang.

Astro menegaskan bahwa kebijakan yang ada bertentangan dengan Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal tersebut menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Sanksi Dinilai Tidak Proporsional

Astro juga mempersoalkan Pasal 437 UU Kesehatan, yang menetapkan sanksi bagi pelanggaran terkait produk tembakau dan rokok elektronik. Ia menilai sanksi tersebut terlalu ringan jika dibandingkan dengan sanksi untuk peredaran dan pemakaian zat adiktif lain seperti narkotika.

“Produk tembakau dan rokok elektronik tidak hanya merugikan pemakainya, tetapi juga orang lain yang menjadi perokok pasif. Dengan demikian, produk ini lebih berbahaya daripada narkotika golongan I. Sanksinya seharusnya lebih berat atau setidaknya setara dengan narkotika golongan I,” ujar Astro.

Pasal yang Dipermasalahkan

Dalam permohonannya, Astro meminta Mahkamah menyatakan beberapa pasal dalam UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Beberapa poin yang diajukan adalah:

  1. Pasal 150 Ayat (1): Diminta agar dimaknai sebagai larangan memasukkan ke wilayah NKRI dan/atau mengedarkan zat adiktif berupa produk tembakau dan/atau rokok elektronik.
  2. Pasal 150 Ayat (2): Diminta agar dimaknai bahwa produksi zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik harus mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk tulisan dan gambar.
  3. Pasal 151 Ayat (3): Diminta agar dihapuskan kewajiban menyediakan tempat khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, atau tempat lain.

Tanggapan Hakim Konstitusi

Hakim Konstitusi Arsul Sani menyarankan Pemohon untuk membaca dan memperdalam pemahaman terkait Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021, yang mengatur tata cara pengajuan permohonan. “Di laman MK terdapat dokumen PMK dan permohonan yang dapat dijadikan referensi. Hal ini untuk memastikan struktur permohonan lebih matang,” ujar Arsul.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic menyarankan agar Pemohon memperkuat dasar hukum permohonannya. Ia menekankan pentingnya mengelaborasi lima syarat kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon, serta mendukung argumen dengan teori, doktrin, atau perbandingan hukum internasional.

Batas Waktu Perbaikan

Sidang ditutup dengan arahan agar Pemohon memperbaiki permohonannya dalam waktu 14 hari. Batas akhir penyerahan perbaikan adalah Senin, 6 Januari 2024. Perbaikan ini diharapkan dapat memperkuat argumen hukum dan memberikan kejelasan atas permohonan yang diajukan.

Implikasi UU Kesehatan

UU Kesehatan yang baru disahkan memang menjadi sorotan, khususnya terkait regulasi produk tembakau dan rokok elektronik. Di satu sisi, sektor ini memberikan kontribusi besar pada ekonomi dan pendapatan negara, tetapi di sisi lain, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat sangat signifikan. Sidang ini menjadi momen penting untuk mengevaluasi keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan hak atas kesehatan masyarakat. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top