Gertak Jambi Desak Menteri ESDM Evaluasi Wilayah Pertambangan Rakyat di Merangin

BACAHUKUM.COM, JAMBI – Perkumpulan Gerakan Terpadu Anti Korupsi (Gertak) Provinsi Jambi meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengevaluasi kembali Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kabupaten Merangin. Desakan ini muncul akibat dugaan adanya perusakan sungai di wilayah tersebut yang berpotensi merugikan negara.

Ketua Gertak Jambi menyebut, setelah ditetapkannya WPR satu-satunya di Provinsi Jambi, yaitu di Kabupaten Merangin, wilayah tersebut justru dimanfaatkan oleh pelaku Penambangan Tanpa Izin (ilegal).

“Setelah ditetapkannya WPR satu-satunya di Jambi oleh Menteri ESDM, wilayah ini malah menjadi tameng atau kesempatan bagi pelaku penambangan ilegal di Merangin,” ungkap Ketua Gertak Jambi pada Senin (20/1/2025).

Ia menambahkan bahwa kawasan WPR di Merangin diduga juga termasuk wilayah terlarang yang seharusnya dilindungi untuk menjaga ekosistem alam. Oleh karena itu, Gertak Jambi mendesak Menteri ESDM segera melakukan evaluasi terhadap WPR yang telah diberikan guna mencegah kerugian negara yang lebih besar.

Tidak hanya itu, Gertak Jambi berencana menyurati Kejaksaan Agung RI agar turun langsung ke Merangin untuk memastikan dan mengaudit ulang lokasi WPR. Langkah ini diambil untuk menindaklanjuti dugaan adanya penyalahgunaan WPR oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Jika pihak Kementerian ESDM atau pemerintah tidak mengambil tindakan tegas, situasi ini berpotensi menjadi masalah besar, seperti yang terjadi di pertambangan timah di Bangka Belitung. Pelaku penambangan ilegal memanfaatkan WPR dan menggunakan alat berat, sehingga merusak ekosistem dan menyebabkan kerugian negara,” tegas Ketua Gertak Jambi.

Rapat Evaluasi WPR oleh Gubernur Jambi

Sebelumnya, Gubernur Jambi Al Haris juga telah membahas pentingnya evaluasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dalam rapat simulasi pemberian izin di Auditorium Rumah Dinas Gubernur Jambi, Selasa (27/8/2024). Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta pemerintah daerah, dengan tujuan memastikan proses pemberian IPR di Provinsi Jambi berjalan lancar dan sesuai aturan.

Dalam rapat itu, Gubernur Al Haris menyatakan bahwa Kabupaten Merangin telah berhasil memperoleh IPR dari Kementerian ESDM. Sementara itu, tiga kabupaten lain di Jambi, yakni Tebo, Sarolangun, dan Batanghari, masih dalam proses pengajuan izin.

Al Haris menekankan pentingnya pemahaman terhadap tugas dan wewenang setiap tingkatan pemerintahan, mulai dari desa hingga provinsi. Ia menegaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan IPR tidak hanya bergantung pada pengurusan izin, tetapi juga pada koordinasi yang baik antara pemerintah daerah dan pusat.

“Kita harus memahami dengan jelas tugas kita masing-masing—tugas desa apa, kecamatan apa, kabupaten apa, dan provinsi apa. Ini penting agar tidak ada tumpang tindih dan proses berjalan efektif,” jelas Al Haris.

Selain itu, Al Haris menyoroti perlunya pengawasan ketat dan pemahaman mendalam terhadap regulasi terkait IPR. Ia menegaskan bahwa setiap aspek operasional pertambangan, mulai dari tanggung jawab pelaku hingga jalur pemasaran hasil tambang, harus jelas dan terstruktur.

“Pengawasan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat. Dengan begitu, tambang ini tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari,” tambahnya.

Aturan dan Sanksi terkait WPR

Sebagai informasi, aturan tentang Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021.

Berikut adalah beberapa ketentuan terkait WPR:

  1. WPR adalah bagian wilayah pertambangan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan rakyat.
  2. WPR memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk mengelola bahan galian.
  3. Izin untuk kegiatan di WPR, yakni Izin Pertambangan Rakyat (IPR), diberikan oleh Menteri ESDM kepada perorangan atau koperasi yang beranggotakan penduduk setempat.
  4. Luas WPR untuk individu dibatasi maksimal 5 hektare, sedangkan untuk koperasi maksimal 10 hektare.
  5. Perubahan WPR dapat dilakukan oleh Menteri berdasarkan evaluasi yang mempertimbangkan usulan baru atau perubahan bentuk pengelolaan.
  6. Penambangan tanpa izin di WPR melanggar Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Gertak Jambi berharap Menteri ESDM dan Kejaksaan Agung dapat segera mengambil langkah konkret untuk melindungi lingkungan serta mencegah praktik-praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat. Gubernur Al Haris juga menegaskan bahwa pengawasan dan regulasi yang ketat akan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top