Sungai Rusak Akibat PETI, Masyarakat Muratara Bersatu Tuntut Tindakan Tegas

Air Sungai Jernih di Muratara Harga Mati!

BacaHukum.com, Muratara — Jeritan masyarakat Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, kian lantang. Mereka menuntut tindakan nyata menghentikan aktivitas tambang emas ilegal atau PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) yang telah mencemari Sungai Rawas dan Sungai Rupit, Akibatnya, air sungai kini keruh, tercemar, bahkan tidak layak konsumsi.

“Kami tidak butuh pencitraan, kami butuh aksi nyata. Sungai Rawas adalah nadi kehidupan kami. Kalau sungai mati, kehidupan kami pun ikut mati,” tegas perwakilan masyarakat Desa Lubuk Kemang.

Dampak kerusakan lingkungan juga menimbulkan bencana banjir bandang yang puncaknya terjadi tahun 2024. Masyarakat mendesak pemerintah pusat hingga daerah untuk tidak lagi mengabaikan kerusakan lingkungan yang terjadi secara sistematis.

Pos Pengawasan Dinilai Gagal, PETI Tetap Beroperasi

Meski telah dibangun Pos Terapung Ulu Tiku sejak 2023 dan Pos Darat di Sukomoro yang baru untuk mengawasi distribusi BBM dan alat berat ke lokasi PETI, masyarakat menilai pengawasan hanya sebatas formalitas. “Pos ada, instruksi ada, tapi tambang ilegal tetap merajalela,” ujar salah satu tokoh pemuda Rawas Ulu.

Instruksi resmi dari Bupati Muratara terkait larangan PETI, ilegal logging, hingga ilegal drilling juga dianggap hanya simbolis, tanpa implementasi efektif di lapangan.

Empat Tuntutan Mendesak Warga Muratara:

  1. POLDA Sumsel segera mengusut tuntas pencemaran Sungai Rawas dan mengumumkan hasilnya secara terbuka.
  2. Penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap backing PETI, mafia BBM, pemodal besar, dan oknum aparat.
  3. Penyediaan air bersih bagi warga terdampak pencemaran.
  4. Bupati dan pejabat daerah harus turun langsung ke masyarakat, bukan hanya rapat di kantor.

Dorongan Kepada Pemerintah Pusat

Masyarakat juga mendesak keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan melalui Gakkum serta POLRI untuk menindak para pelaku PETI di Kecamatan Ulu Rawas, mengembalikan fungsi Sungai Rawas dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Tuntutan Pemberdayaan dan Regulasi

Selain penegakan hukum, masyarakat meminta solusi jangka panjang:

  • Pemberdayaan ekonomi alternatif agar warga tidak bergantung pada PETI.
  • Penegakan hukum menyasar aktor besar, bukan hanya pekerja tambang.
  • Pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sebagai solusi legal yang tetap menjaga lingkungan.

“Kami akan terus bersuara hingga sungai kami kembali jernih. Ini soal masa depan anak cucu kami,” pungkas warga.

Masyarakat Muratara menyatakan sikap tegas: tidak ada toleransi untuk PETI. Mereka menegaskan, penyelamatan sungai adalah harga mati!

Penulis: Dyka Tokoh Pemuda Muratara.

Redaksi Baca Hukum: 082377120031

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top