BacaHukum.com – Dalam sistem hukum Indonesia, perkawinan yang sah bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Keabsahan perkawinan diatur berdasarkan hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Kewajiban Orang Tua dan Perlindungan Anak
UU Perkawinan secara tegas menyatakan kewajiban bersama orang tua terhadap anak:
- Pemeliharaan & Pendidikan: Suami dan istri memiliki kewajiban setara untuk memelihara dan mendidik anak hingga anak menikah atau mampu berdikari (mandiri), bahkan jika perkawinan orang tua putus (Pasal 45 Ayat 1 & 2 UU Perkawinan).
- Kekuasaan Orang Tua: Anak yang belum berusia 18 tahun dan belum menikah berada di bawah kekuasaan orang tua, kecuali kekuasaan tersebut dicabut (Pasal 47 Ayat 1 UU Perkawinan).
- Konsekuensi Penelantaran: Penelantaran anak dalam lingkup rumah tangga merupakan tindak pidana, diancam hukuman penjara maksimal 3 tahun atau denda Rp 15 juta (Pasal 49 jo. Pasal 9 Ayat (1) UU Penghapusan KDRT).
Pengaturan Hak Pengasuhan Saat Perceraian
Jika perkawinan putus karena perceraian, Pasal 41 UU Perkawinan mengatur:
- Pemeliharaan anak menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
- Jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan yang akan memutuskan.
- Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi tanggung jawab ayah. Jika ayah tidak mampu, ibu ikut memikul tanggung jawab tersebut.
- Pengadilan dapat mewajibkan mantan suami memberikan biaya penghidupan kepada mantan istri.
Pertimbangan Hak Pengasuhan: Peran Yurisprudensi
Dalam memutuskan hak pengasuhan (hak hadhanah), pengadilan tidak hanya berpedoman pada UU, tetapi juga mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk psikologis anak.
Beberapa penelitian, seperti yang dimuat dalam American Journal of Perinatology, menyoroti kecenderungan kedekatan emosional anak dengan ibu, terutama terkait peran pengasuhan utama dan ikatan (bonding) yang terbentuk sejak dini.
Pertimbangan serupa juga ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung (MA). Yurisprudensi MA RI menjadi rujukan penting bagi hakim. Salah satu putusan kunci adalah Putusan MA Nomor 126 K/Pdt/2001 (ditetaokan sebagai Yurisprudensi Tahun 2006).
Kaedah Hukum dalam Yurisprudensi MA No. 126 K/Pdt/2001:
Putusan yang diputuskan oleh Majelis Hakim Agung yang dipimpin Drs. Syamsuhadi Irsyad, S.H., M.H. pada 28 Agustus 2003 ini menegaskan prinsip:
“Bilamana terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur, pemeliharaannya seyogianya diserahkan kepada orang yang terdekat dan akrab dengan si anak, yaitu ibunya.”
Poin Penting dari Yurisprudensi Tersebut:
- Prinsip Kedekatan & Keakraban: Hak pengasuhan seyogianya diberikan kepada pihak yang paling dekat dan akrab dengan anak, yang dalam pertimbangan kasus tersebut adalah ibu.
- Syarat bagi Ibu: Pemberian hak pengasuhan kepada ibu didasarkan pada fakta bahwa ibu merupakan figur yang paling dekat dan akrab dengan anak tersebut.
- Kesesuaian dengan Pertimbangan Psikologis: Prinsip “kedekatan dan keakraban” ini selaras dengan temuan psikologis tentang pentingnya hubungan emosional yang erat bagi perkembangan anak.
Untuk diketahui, Hukum Indonesia menempatkan kepentingan terbaik anak (the best interest of the child) sebagai pertimbangan utama dalam pengaturan hak pengasuhan pasca perceraian.
UU Perkawinan mengatur tanggung jawab bersama orang tua, sementara mekanisme penyelesaian sengketa dan pertimbangan hak pengasuhan diatur lebih lanjut, termasuk melalui yurisprudensi MA seperti No. 126 K/Pdt/2001. Prinsip “kedekatan dan keakraban” yang ditegaskan dalam yurisprudensi tersebut menjadi panduan bagi hakim untuk menilai kondisi konkret hubungan anak dengan orang tua demi kesejahteraan anak.
Penting diingat, keputusan akhir tetap berada di tangan hakim setelah memeriksa semua bukti dan fakta persidangan secara menyeluruh.
#Edukasi Hukum #Konsultasi Hukum #WA: 0811748872 #Mitra Jasa Hukum
Terimakasih sudah kunjungi artikel bacahukum.com. Hubungi redaksi bacahukum.com { 082377120031 } jika diperlukan dan atau jika ada kekeliruan dalam penulisan ingin menyampaikan Hak jawab

 
			 
			 
			 
			