POTRET “100 Kinerja Gubernur Jambi”

BacaHukum.com, Jambi – Provinsi Jambi, yang terletak di jantung Pulau Sumatera, terus bergerak membenahi diri di bawah kepemimpinan Gubernur saat ini. Seratus hari pertama masa kepemimpinan, publik mulai menaruh harapan sekaligus menilai arah kebijakan yang dijalankan. Meski waktu ini relatif singkat untuk menuntut hasil besar, periode ini krusial sebagai penentu arah, strategi, dan komitmen. Kepemimpinan bukan sekadar jabatan administratif, ia adalah mandat sejarah yang datang dari kepercayaan rakyat. Gubernur Jambi, dalam periode kepemimpinannya, telah membawa semangat baru dalam tata kelola pemerintahan, pembangunan daerah, serta pelayanan publik yang lebih merata. Dengan latar geografis yang kompleks, tantangan disparitas antarwilayah, serta dinamika sosial ekonomi yang terus berkembang, Provinsi Jambi menuntut pemimpin yang bukan hanya visioner, tetapi juga mampu mengeksekusi kebijakan secara konkret.

Melanjutkan Jambi Mantap Jilid ke-2 dengan visi baru yakni JAMBI MANTAP, BERDAYA SAING, dan BERKELANJUTAN Dibawah RIDHO ALLAH SWT, Gubernur Jambi, Dr. H. Al-Haris, S.Sos., M.H., periode tahun 2025 sampai dengan tahun 2030, baginya 100 hari bukanlah waktu yang cukup untuk menilai keseluruhan keberhasilan kepemimpinan, namun ia cukup untuk membaca arah, niat, dan tekad. Dalam 100 hari itu pula, masyarakat Jambi mulai merasakan denyut langkah pemerintahan yang tetap berpijak pada kesinambungan, namun kini bergerak lebih cepat, lebih dalam, dan lebih strategis.

Periode kedua ini dimulai tidak dari titik nol, melainkan dari fondasi yang telah dibangun pada periode pertama. Jika pada 2021–2024 fokus pembangunan terletak pada infrastruktur dasar, tata kelola pemerintahan, serta penguatan layanan publik, maka dalam 100 hari awal periode kedua ini, Gubernur Jambi menunjukkan konsistensi arah kebijakan: melanjutkan yang sudah baik, mengoreksi yang belum optimal, serta menambahkan dimensi baru dalam visi besar “JAMBI MANTAP, BERDAYA SAING, dan BERKELANJUTAN”.

Dari data yang diperoleh, dalam jangka waktu 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi Tahun 2025, telah dilaksanakan 17 program/kegiatan sebagai berikut:

  1. Sinergi perencanaan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, wujud dari sinergi ini adalah diadakannya MUSRENBANG RPJMD 2025–2029 beberapa waktu lalu;
  2. Sinergi/Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah dengan Kabupaten/Kota;
  3. Membuka layanan pengaduan warga melalui aplikasi digitalisasi “LAPOR WAKDUL” (Wo Haris dan Pak Dul);
  4. Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian melalui Luas Tambah Tanam Padi untuk Mendukung Lumbung Pangan Desa dan Daerah;
  5. Menangani Kemiskinan Ekstrem melalui Program Bedah Rumah;
  6. Pelepasan/peluncuran peserta (Pemuda Jambi) untuk Magang ke Jepang;
  7. Pelatihan Life Skill Milenial dan Gen Z;
  8. Program mudik gratis pada Lebaran tahun 1446 H yang lalu;
  9. Operasi pasar/pasar murah bagi masyarakat Jambi;
  10. Ketahanan bencana dan tanggap darurat;
  11. Memfasilitasi program pusat yakni Makan Bergizi;
  12. Pemberian makan bergizi gratis bagi ibu hamil, bayi, dan balita;
  13. Masyarakat yang keluar dari garis kemiskinan berdasarkan data DTKS berjumlah 109.767, berkurang 1.939 orang atau 1,7% (Graduasi PKH);
  14. Memberikan pelayanan serta fasilitasi untuk jemaah haji asal Jambi tahun 1446 H/2025 M, dengan menerbangkan layanan Jambi–Batam, Batam–Jambi dengan anggaran sebesar 32 miliar;
  15. Merealisasikan dana BKBK desa/kelurahan sebesar 30 juta atau 30% kepada 1.585 desa dan kelurahan (1.414 desa serta 171 kelurahan);
  16. Peningkatan Vokasi Kompetensi Pendidikan melalui Kemitraan;
  17. PROGRAM “PARTISUN” PEJABAT TIDUR di-DUSUN.

Dari 17 program/kegiatan tersebut, ada program baru yang patut diapresiasi serta didukung oleh semua kalangan, yaitu PROGRAM “PARTISUN”. Ini merupakan fenomena baru yang selaras dengan karakter Gubernur Jambi saat ini, karena program ini adalah pendekatan lapangan yang sangat tepat. Seorang pemimpin publik tidak hanya cukup dengan data di meja kerja, tetapi harus melakukan blusukan ke desa-desa, sekolah-sekolah, dan pasar tradisional. Dalam kurun waktu 100 hari pertama ini saja, lebih dari 20 titik kunjungan kerja telah dilakukan untuk mendengarkan aspirasi warga secara langsung, mempercepat evaluasi, dan memastikan program prioritas tepat sasaran.

Di tengah tantangan membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah, muncul pendekatan unik, “Pejabat Tidur di Dusun”. Program ini bukan sekadar simbolik, melainkan upaya nyata untuk membumikan kepemimpinan, mempererat hubungan sosial, dan menyusun kebijakan berbasis kebutuhan riil masyarakat.

Seringkali pejabat berbicara soal keberpihakan kepada rakyat, tetapi tidak sedikit yang mengambil keputusan dari balik meja tanpa pernah menyentuh kehidupan warga di pelosok. Di sinilah keistimewaan program ini. Dengan tinggal langsung di tengah masyarakat, para pejabat mengalami sendiri bagaimana akses air bersih, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur di dusun berjalan atau justru terhambat.

Ketika seorang pejabat tidur di rumah warga, ia tidak hanya tidur di ranjang sederhana, tetapi juga “bangun” dengan pemahaman baru tentang realitas kehidupan rakyat kecil. Empati yang tumbuh dari pengalaman langsung ini jauh lebih kuat dibandingkan sekadar membaca laporan.

Pendekatan ini juga meningkatkan efektivitas kebijakan. Seorang pejabat yang pernah mandi di sungai keruh akan lebih memahami pentingnya sanitasi. Yang pernah menempuh jalan berlubang akan lebih gigih memperjuangkan infrastruktur layak. Inilah kebijakan yang tidak hanya berbasis data, tetapi juga berbasis rasa.

Kehadiran pejabat di dusun membuka ruang dialog. Masyarakat merasa lebih nyaman menyampaikan keluhan dan harapan secara langsung, tanpa formalitas yang menegangkan. Komunikasi menjadi lebih egaliter, dan partisipasi warga benar-benar dihidupkan.

Dusun Partisun kini menjadi laboratorium sosial yang membuktikan kedekatan pemerintah-masyarakat bukan hal mustahil. Jika dilaksanakan berkelanjutan, pendekatan ini bisa direplikasi sebagai model pembangunan partisipatif yang manusiawi dan efektif.

Program ini menawarkan transformasi budaya kepemimpinan dari elitis menjadi membumi, dari formal menjadi empatik. Ia membuktikan bahwa ketika pejabat turun dari menara gading dan masuk ke rumah rakyat, harapan baru akan tumbuh.

Barangkali benar pepatah, “Jika ingin memahami rakyatmu, berjalanlah bersama mereka atau tidurlah di rumah mereka.”

Seratus hari pertama hanyalah permulaan. Namun di balik waktu singkat itu, tersimpan ukuran awal tentang keseriusan, kapasitas manajerial, dan kepekaan seorang pemimpin terhadap aspirasi rakyatnya. Gubernur Jambi dan Wakil Gubernur masih punya banyak waktu untuk membuktikan bahwa kepemimpinan hari ini adalah jawaban bagi tantangan masa depan.

Penulis: FAHMI RASID
Akademisi Universitas Muhammadiyah Jambi / Doktor Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Editor: Prisal Herpani, S.H

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top