Pemerintah Legalkan Umrah Mandiri, Muncul Pro dan Kontra di Kalangan Pelaku Usaha

BacaHukum.com – Pemerintah resmi melegalkan pelaksanaan umrah mandiri setelah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah disahkan.

Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 86 ayat (1) yang menyebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui:
a. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU);
b. secara mandiri; atau
c. melalui Menteri.

Kebijakan baru tersebut membuka kesempatan bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah umrah tanpa harus melalui biro perjalanan, selama memenuhi syarat administratif yang telah ditetapkan pemerintah.

Didukung Otoritas Arab Saudi

Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menjelaskan bahwa langkah pemerintah Indonesia mengatur umrah mandiri didasari oleh izin resmi dari Pemerintah Arab Saudi.

“Alasan utama dimasukkannya ketentuan mengenai umrah mandiri adalah karena Pemerintah Arab Saudi saat ini sudah memberikan izin resmi bagi pelaksanaan umrah mandiri,” ujar Selly, Jumat (24/10/2025).

Selly menuturkan, dukungan Saudi terlihat dari keterlibatan maskapai nasional mereka, seperti Saudi Arabian Airlines dan Flynas Airlines, yang menyediakan fasilitas visa transit atau kunjungan gratis selama empat hari bagi jemaah yang ingin melaksanakan umrah mandiri.

“Maka pemerintah Indonesia harus bersikap adaptif dan proaktif terhadap perubahan kebijakan internasional ini,” tambahnya.

Dengan skema tersebut, jemaah dapat menunaikan umrah sekaligus memanfaatkan waktu untuk berkunjung ke kota lain di Arab Saudi.

Lebih Murah dan Efisien

Kebijakan ini turut disambut positif oleh kalangan organisasi keagamaan. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur, menilai umrah mandiri memberikan kemudahan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial dan pengetahuan memadai.

“Saya kira itu positif untuk memudahkan masyarakat Indonesia yang mampu berangkat secara mandiri, lebih murah dan efisien,” kata Gus Fahrur, Sabtu (25/10/2025).

Meski demikian, ia mengingatkan agar masyarakat yang memilih jalur mandiri mempersiapkan diri secara matang, baik dari sisi tata cara ibadah maupun keselamatan selama perjalanan.

Ia juga mengimbau agar calon jemaah berhati-hati terhadap promosi atau iklan dari agen tidak resmi yang memanfaatkan kebijakan baru ini.

“Harus dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan tetap mengikuti aturan pemerintah Saudi agar tidak telantar dan menjadi korban makelar,” tegasnya.

Negara Tetap Lindungi Jemaah Umrah Mandiri

Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan bahwa dengan dilegalkannya umrah mandiri, jemaah tetap mendapatkan perlindungan negara.

“Ketika mereka berangkat ke Saudi Arabia, secara otomatis mereka terlindungi oleh negara,” ujar Dahnil dalam keterangan resmi, Sabtu (25/10/2025).

Ia menjelaskan, perlindungan tersebut melibatkan seluruh unsur pemerintah, termasuk Kementerian Haji dan Umrah, Kementerian Luar Negeri, serta atase-atase keagamaan di Arab Saudi.

Selain itu, pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan ekosistem ekonomi sektor haji dan umrah agar keberadaan biro perjalanan tidak terganggu.

“Tidak ada pihak di luar perusahaan travel yang boleh menghimpun calon jemaah umrah mandiri untuk diberangkatkan ke Saudi Arabia,” tegasnya.

Kekhawatiran Asosiasi Travel: Risiko dan Perlindungan Jemaah

Di sisi lain, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menilai kebijakan umrah mandiri memiliki potensi risiko tinggi.

Sekretaris Jenderal AMPHURI, Zaki Zakariya, mempertanyakan mekanisme perlindungan jemaah ketika menghadapi situasi darurat seperti sakit atau meninggal dunia tanpa adanya pendamping resmi.

“Tidak ada keamanan dan pelayanan, misalnya saat jemaah sakit atau meninggal, siapa yang akan mengurus?” ujar Zaki, Minggu (26/10/2025).

Zaki juga menyoroti aspek pembinaan ibadah, karena jemaah umrah mandiri tidak mendapat bimbingan manasik, pendampingan spiritual, maupun kajian sejarah perjalanan ibadah.
Ia khawatir, tanpa bimbingan resmi, kesalahan dalam pelaksanaan ibadah bisa meningkat.

“Jemaah harus mengurus semua hal sendiri, mulai dari dokumen, transportasi, akomodasi, hingga visa,” jelasnya.

Rencana Gugatan ke Mahkamah Konstitusi

AMPHURI bersama 12 asosiasi penyelenggara lainnya menyatakan tengah mengkaji opsi Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 14 Tahun 2025.

Langkah ini ditempuh karena mereka menilai kebijakan umrah mandiri berpotensi membahayakan jemaah, mengganggu stabilitas industri, serta melemahkan sistem perlindungan berbasis keumatan.

“Opsi judicial review ke MK menjadi salah satu langkah yang mungkin akan kami tempuh ke depan,” ujar Zaki.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025, masyarakat kini memiliki kebebasan lebih luas untuk menunaikan umrah secara mandiri. Namun, pemerintah diharapkan memastikan agar kebijakan ini tidak hanya memberikan kemudahan, tetapi juga menjamin keselamatan, keamanan, dan kepastian ibadah bagi seluruh jemaah Indonesia.

Editor : Tim BacaHukum
Sumber : dikutip dari Kompas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top