Penting! Ini Batasan dan Syarat Sah Pemberian Hibah Menurut Hukum

BacaHukum.com – Dalam kehidupan modern, hampir setiap aktivitas manusia melibatkan hubungan keperdataan antar subjek hukum. Salah satunya adalah pemberian hibah, baik di dalam maupun di luar keluarga. Namun, banyak masyarakat yang belum memahami ketentuan hukum terkait hibah, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Apa Itu Hibah?

Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), hibah adalah perikatan yang dibuat saat pemberi hibah (penghibah) masih hidup, dengan tujuan memberikan suatu benda secara cuma-cuma kepada penerima hibah. Hibah bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali setelah diserahkan.

Syarat Sah Hibah

  1. Akta Autentik
    Pasal 1682 dan 1683 KUHPerdata mewajibkan hibah dilakukan melalui akta autentik yang dibuat oleh notaris. Namun, untuk benda bergerak berwujud (seperti elektronik atau kendaraan) atau surat piutang, cukup diserahkan langsung tanpa akta notaris (Pasal 1687 KUHPerdata).
  2. Benda yang Sudah Ada
    Hibah hanya boleh diberikan atas benda yang sudah ada saat hibah dilaksanakan. Jika benda tersebut belum ada atau akan dimiliki di masa depan, hibah tersebut batal demi hukum (Pasal 1667 KUHPerdata).
  3. Tidak Boleh Memberatkan Penerima Hibah
    Penerima hibah tidak boleh dibebani utang atau kewajiban lain di luar yang tercantum dalam akta hibah (Pasal 1670 KUHPerdata).

Larangan dalam Pemberian Hibah

    • Hibah yang Melebihi Kemampuan Ekonomi Pemberi
      Mahkamah Agung RI dalam Putusan No. 556 K/Sip/1971 menegaskan bahwa hibah tidak boleh berlebihan hingga menyebabkan pemberi hibah mengalami kesulitan ekonomi setelah hibah diberikan.
    • Hibah yang Mengurangi Hak Ahli Waris
      Prinsip legitime portie (Pasal 913 KUHPerdata) melarang pewaris mengurangi harta warisan yang seharusnya menjadi hak ahli waris melalui hibah atau wasiat.

    Pertimbangan Hukum dari Mahkamah Agung

    Dalam putusannya, Majelis Hakim Agung yang terdiri dari Prof. R. Subekti, S.H., Sri Widowati Wiratmo Soekito, S.H., dan Z. Asikin Kusumah Atmadja, S.H., menegaskan bahwa hibah harus dilakukan secara wajar dan sesuai kemampuan finansial pemberi hibah.

    Jadi, meskipun KUHPerdata tidak mengatur batasan nominal hibah, masyarakat harus bijak dalam memberikan hibah agar tidak melanggar prinsip keadilan dan kepatutan. Hibah yang berlebihan dan mengganggu stabilitas ekonomi pemberi dapat dianggap tidak sah berdasarkan yurisprudensi yang ada.

    Konsultasi Hukum. CP: 0811748872

    Editor: Prisal Herpani,S.H

    Redaksi: 082377120031

    #EdukasiHukum #Hibah #KUHPerdata #MahkamahAgung #HukumPerdata


    Rilis ini disusun untuk memberikan pemahaman hukum yang lebih baik kepada masyarakat. Disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli hukum sebelum melakukan tindakan hukum.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    Back To Top