UU HPP Digugat ke MK, Pesangon dan Uang Pensiun Dipersoalkan Jadi Objek Pajak

BacaHukum.com, Jakarta – Sebanyak sembilan orang karyawan swasta mengajukan uji materi terhadap Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan tersebut telah teregistrasi dengan nomor perkara 186/PUU-XXIII/2025 pada Jumat, 10 Oktober 2025.

Para pemohon atas nama Jamson Frans Gultom, Agus Suwargi, Budiman Setyo Wibowo, Wahyuni Indrjanti, Jamil Sobir, Lyan Widiya, Muhammad Anwar, Cahya Kurniawan, dan Aldha Reza Rizkiansyah yang tergabung dalam Forum Pekerja Bank Swasta.

Mereka merupakan karyawan aktif maupun pensiunan bank yang menilai ketentuan pajak pesangon dan pensiun bertentangan dengan konstitusi.

Dalam permohonannya, para pemohon mempersoalkan Pasal 4 ayat (1) UU HPP yang menempatkan seluruh tambahan kemampuan ekonomis sebagai objek pajak, termasuk pesangon dan pensiun. Sementara Pasal 17 mengatur penerapan tarif progresif terhadap objek pajak tersebut.

Pesangon Bukan Tambahan Penghasilan Baru

Para pemohon berpendapat bahwa ketentuan itu menimbulkan perlakuan yang keliru terhadap pesangon dan pensiun, yang sejatinya merupakan hak normatif pekerja setelah puluhan tahun bekerja, bukan tambahan penghasilan baru hasil kegiatan ekonomi.

“Secara filosofis dan sosiologis, pesangon dan pensiun sama sekali tidak dapat disamakan dengan keuntungan usaha atau laba modal, melainkan tabungan terakhir hasil jerih payah pekerja sepanjang hidupnya,” ujar pemohon seperti dikutip dari laman resmi MK, Senin (13/10/2025).

Mereka menilai pemerintah dan DPR keliru menganggap pesangon sebagai tambahan kemampuan ekonomis. Padahal, dana tersebut berasal dari pemotongan gaji rutin dan penghargaan perusahaan kepada karyawan yang memasuki masa pensiun.

“Negara masih tega mengambil bagian dari jatah rakyat untuk biaya hidup sampai kepada kematian, padahal karyawan telah dipotong pajak puluhan tahun dan kontribusi balik secara langsung kepada pembayar pajak tidak ada,” tegas para pemohon.

Dianggap Bertentangan dengan Prinsip Keadilan Sosial

Pemohon menilai Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU HPP bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang menugaskan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat.

“Ketika negara membebani pajak atas pesangon dan pensiun, maka pekerja yang berada dalam posisi lemah di masa tua diperlakukan seolah-olah masih kuat dan produktif,” tulis para pemohon.

Mereka menilai ketentuan tersebut mencederai prinsip kepastian hukum yang adil karena menempatkan kelompok rentan dan produktif dalam posisi yang sama, padahal kondisi sosial-ekonominya sangat berbeda.

Editor : Tim Bacahukum

Sumber : dikutip dari CNN Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top