BacaHukum.com, Jambi – Sengketa kepemilikan tanah antarwarga yang berujung pada proses litigasi seringkali tidak hanya melibatkan sertifikat hak atas tanah, tetapi juga hak-hak lama yang belum terdaftar. Hak-hak lama seperti girik, petuk pajak bumi, atau bukti kepemilikan dari era swapraja masih kerap dijadikan dasar klaim, meskipun secara hukum tidak selalu diakui sebagai bukti kepemilikan mutlak.
Berdasarkan Pasal 24 Ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997, beberapa bukti hak lama masih dapat didaftarkan untuk memperoleh sertifikat, seperti Grosse akta hak eigendom, Surat tanda bukti hak milik dari swapraja, Petuk pajak bumi (landrente), girik, pipil, atau verponding Indonesia.
Namun, penting dipahami bahwa sertifikat tanah—sebagai alat bukti kuat (Pasal 32 Ayat 1 PP No. 24/1997)—bersifat publikasi negatif, artinya kebenarannya tidak mutlak dan dapat dibatalkan jika terbukti ada pemilik sah yang mampu membuktikan klaimnya.
Hak Lama dalam Penyelesaian Sengketa Tanah
Pertanyaan kritis muncul: Apakah bukti hak lama seperti petuk cukup kuat untuk memenangkan sengketa di pengadilan?
Mahkamah Agung dalam Putusan No. 34 K/Sip/1960 yang kemudian menjadi “yurisprudensi” menegaskan bahwa petuk pajak bumi bukan bukti kepemilikan mutlak, melainkan sekadar tanda pembayaran pajak. Artinya, kepemilikan tanah harus dibuktikan melalui sertifikat atau alat bukti lain yang lebih kuat.
Pentingnya Pendaftaran Tanah
Proses pendaftaran tanah termasuk hak lama wajib dilakukan untuk menghindari sengketa di kemudian hari. PP No. 18 Tahun 2021 mengatur:
- Tanah bekas Barat harus disertai surat pernyataan penguasaan dengan saksi (Pasal 95 Ayat 2).
- Tanah bekas adat milik perorangan wajib didaftarkan dalam 5 tahun sejak PP ini berlaku (Pasal 96 Ayat 1).
Kesimpulan dan Rekomendasi
Jadi dapat dipahami bahwa, hak lama (seperti petuk atau girik) tidak cukup sebagai bukti kepemilikan mutlak dalam sengketa tanah Akan tetapi Sertifikat tanah tetap menjadi alat bukti terkuat, meskipun bersifat publikasi negatif.
Selanjutnya, sebagai Masyarakat pemegang hak lama harus segera mendaftarkan tanah untuk memperoleh kepastian hukum sedangkan sebagai Hakim dan aparat penegak hukum perlu merujuk yurisprudensi MA dalam memutus sengketa berbasis hak lama.
Dengan memahami hal ini, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dalam menyelesaikan sengketa tanah, sementara penegak hukum memiliki pedoman jelas dalam mengambil keputusan adil.
#SertifikatTanah #KepastianHukum #HakAtasTanah #YurisprudensiMA
Narahubung: Mitra Jasa Hukum (0811748872)
Editor: Prisal Herpani, S.H

 
			 
			 
			 
			