BacaHukum.com, Muaro Jambi – Penertiban kawasan hutan merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi penggunaan lahan yang tidak sesuai peraturan, termasuk aktivitas pertambangan, perkebunan ilegal, atau pelanggaran lain. Tujuannya memulihkan fungsi hutan, menegakkan hukum, dan meningkatkan penerimaan negara.
Namun, operasi Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di Kabupaten Muaro Jambi pada 13 Maret 2025 menyita perkebunan sawit milik PT Kirana Sekernan (anak usaha Group Tri Putra Persada/PT Brahma Binabakti). Hal ini memicu kekhawatiran Kelompok Tani (Poktan) Plasma setempat, karena lahan mereka dikabarkan turut terdampak.
Dampak Sosial yang Mengkhawatirkan
Penertiban ini dikhawatirkan mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat, terutama petani plasma di sekitar PT Brahma Binabakti di KM 54, Desa Suko Awin Jaya, Kecamatan Sekernan. Dari total 7.237 hektar lahan perusahaan, 1.070 hektar disita Satgas PKH yang info nya dari salah satu petani Plasma mengungkapkan termasuk bagian lahan petani yang telah digarap selama 29 tahun.
Berdasarkan pantauan BacaHukum.com, Satgas Garuda memasang plang pemberitahuan di Desa Suak Putat yang menyatakan:
“Lahan Perkebunan Sawit Seluas 1.073 Ha Berada dalam Penguasaan Pemerintah Republik Indonesia c.q. Satgas PKH.”
Akibatnya, banyak petani yang bakal akan kehilangan mata pencaharian nya jika kebun plasma nya ikut disita, bahkan yang telah melakukan replanting (peremajaan sawit).
“Lahan kami memang di kawasan hutan produksi. Pelepasan kawasan pernah diajukan dulunya, tapi belum disetujui,” ujar seorang petani kepada BacaHukum.com, Senin (7/7/2025).
Tugas Satgas PKH dan Protes Petani
Berdasarkan Perpres Nomor 5 Tahun 2025, Satgas PKH memiliki tiga tugas utama:
- Penagihan denda administratifbagi pelanggar aturan.
- Penguasaan kembali kawasan hutan dari penggunaan ilegal.
- Pemulihan aset kawasan hutan untuk dikelola negara.
Nasib poktan plasma terkait Perpres 5/2025 sangat bergantung pada bagaimana aturan ini diimplementasikan. Dengan partisipasi publik, transparansi, keadilan, dan pemulihan hak, kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif bagi tata kelola hutan dan perlindungan hak masyarakat. Namun, jika tidak dilakukan dengan benar, kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi poktan plasma dan masyarakat sekitar hutan.