BacaHukum.com, Batang Hari – Instruksi tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menertibkan segala bentuk kegiatan ilegal di seluruh wilayah hukum Polri, diduga kuat tidak berjalan maksimal di Kabupaten Batang Hari, Jambi. Bahkan, ada indikasi praktik “tebang pilih” yang melindungi pelaku kejahatan lingkungan dan ekonomi.
Bukti nyata dari pembiaran ini adalah kembali beroperasinya sejumlah sumur minyak ilegal yang sebelumnya pernah ditutup (dipolislen) oleh aparat Kepolisian Resor Batang Hari. Kini, para pengusaha nakal dengan leluasa membuka kembali sumur-sumur tersebut secara diam-diam.
Dari Kebakaran Maut hingga Status DPO yang Dipertanyakan
Salah satu kasus yang paling mencolok adalah sumur milik Tanggang CS. Lokasi ilegal ini pernah dilanda kebakaran hebat yang tidak hanya meluluhlantakkan tempat penyulingan, tetapi juga dikabarkan menelan korban jiwa. Akibat peristiwa itu, Tanggang CS ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Namun, status DPO itu justru memunculkan tanda tanya besar. Mengapa hingga sekian lama, Tanggan CS tidak kunjung ditangkap? Apakah ada upaya yang serius dari aparat untuk mengeksekusi penangkapan ini? Atau jangan-jangan status DPO ini hanya simbolis belaka?
Kegiatan Ilegal Berjalan Terang-terangan, DPO Malah Buka “Pokan” Baru
Yang lebih memprihatinkan, berdasarkan informasi dan investigasi lapangan awak media, Tanggang CS justru semakin merajalela. Dia tidak hanya diam-diam membuka kembali sumur ilegalnya yang lama, tetapi juga membuka “pokan” (pengepul) baru di Lokasi 33.
Beberapa pekan lalu, tim investigasi mendatangi kawasan pengepulan minyak mentah di RT 29 Dusun Kunangan Jaya II, Desa Bungku (Lokasi 51). Di sana, terdapat puluhan pokan yang menampung minyak mentah hasil pengeboran ilegal (illegal drilling) dari kawasan 51 dan 33, termasuk milik Tanggang.
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa jaringan ini masih beroperasi dengan sistem yang terorganisir, dan yang paling mengkhawatirkan, seolah mendapat perlindungan.
Pelanggaran Berat Hukum yang Diabaikan
Perlu ditegaskan, aktivitas illegal drilling yang dilakukan para pelaku, termasuk Tanggang CS, bukanlah tindakan ringan. Mereka melanggar Pasal 85 Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman hukuman yang sangat berat, yakni pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda hingga Rp300 miliar.
Namun, ancaman hukum yang fantastis itu seperti tidak ada artinya ketika penegakannya lemah. Kembali beroperasinya sumur ilegal dan bebasnya pelaku berstatus DPO memunculkan pertanyaan mendasar:
- Apa yang menghambat Polres Batang Hari menangkap seorang DPO yang justru masih aktif beroperasi di lokasi yang diketahui publik?
- Apakah ada oknum tertentu di dalam institusi penegak hukum yang memberikan “ruang aman” bagi pelaku?
- Bagaimana kredibilitas instruksi Kapolri bisa dipertahankan jika di tingkat lapangan, pelaku kejahatan serupa justru dibiarkan berkeliaran?
Publik Batang Hari menunggu tindakan nyata dan transparansi dari Kepolisian. Jika tidak, instruksi penertiban dari atas hanyalah retorika belaka, sementara praktik ilegal yang merusak lingkungan dan merugikan negara terus tumbuh subur di bawah mata hukum. (tim**)
Editor: Tim Baca Hukum
