BacaHukum.com – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan praktik penegakan hukum yang dinilai tidak setara terhadap anggota militer. Dalam sejumlah kasus, hukum dinilai tampak “tunduk pada seragam dan pangkat” ketika pelaku berasal dari institusi TNI.
“Fakta-fakta tersebut menggambarkan pola yang terus berulang. Ketika pelakunya berasal dari institusi militer, proses hukum menjadi tertutup, perlakuan tidak setara terjadi, dan hukuman tidak proporsional dijatuhkan. Hukum tampak tunduk pada seragam dan pangkat, bukan pada keadilan,” ujar Ardi, Kamis (23/10/2025).
Loyalitas Salah Arah Hambat Akuntabilitas
Menurut Ardi, semangat solidaritas korps atau esprit de corps di lingkungan militer sering kali disalahartikan sebagai loyalitas membabi buta yang justru menutup ruang akuntabilitas.
“Alih-alih menegakkan profesionalisme dan disiplin, prinsip tersebut berubah menjadi mekanisme perlindungan internal yang menghambat akuntabilitas dan menghentikan upaya reformasi sektor keamanan di tubuh militer,” tegasnya.
Akibatnya, lanjut Ardi, posisi institusi militer semakin lemah di bawah kontrol sipil, sementara korban dari kalangan masyarakat sipil sulit memperoleh keadilan.
“Praktik impunitas semacam ini merupakan ancaman nyata terhadap supremasi sipil dan negara hukum,” tambahnya.
UU TNI Sudah Tegas, Tapi Masih Sering Diabaikan
Dalam kerangka reformasi pasca-1998, Ardi menegaskan pentingnya pemisahan urusan militer dari ranah sipil serta pengawasan sipil terhadap institusi pertahanan.
“Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 65 ayat (2) secara tegas menyebut bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum, bukan peradilan militer,” jelasnya.
Namun, menurut Ardi, ketentuan tersebut masih sering diabaikan. Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang telah lama digagas pun tak kunjung diselesaikan.
Sejumlah Kasus dengan Vonis Ringan
Sebagai contoh, Ardi menyoroti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah vonis seumur hidup dua eks prajurit TNI AL, Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli, menjadi 15 tahun penjara. Keduanya sebelumnya dinyatakan bersalah dalam kasus penembakan seorang pengusaha rental mobil.
Kasus lain terjadi di Medan, di mana pengadilan militer memvonis ringan seorang anggota TNI bernama Sertu Riza Pahlivi yang terbukti menganiaya pelajar SMP hingga meninggal dunia. Hukuman yang dijatuhkan hanya 10 bulan penjara.
Koalisi menilai kasus-kasus seperti ini memperlihatkan bahwa reformasi sektor keamanan belum berjalan sepenuhnya, dan supremasi hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar ketika berhadapan dengan seragam dan pangkat.
Editor : Tim BacaHukum
Sumber : KompasTV