Kejaksaan Agung Usulkan Hukuman Kerja Sosial dalam KUHP Baru Lebih Fleksibel

BacaHukum.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusulkan agar hukuman kerja sosial yang akan ditetapkan oleh majelis hakim sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru dapat lebih fleksibel dalam penerapannya.

Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Jaksa Agung, Asep Nana Mulyana, mengatakan usulan tersebut berdasarkan pengalaman sejumlah negara lain, di mana keputusan hakim tentang jenis kerja sosial sering kali sulit dijalankan karena tidak sesuai kondisi di lapangan.

“Sebaiknya lebih fleksibel dalam artian tidak menentukan secara tegas bentuknya,” ujar Asep dalam webinar Uji Publik tentang RUU Penyesuaian Pidana, Selasa (21/10/2025).

Penentuan Jenis Kerja Sosial Diserahkan ke Eksekutor

Asep berharap saat menjatuhkan putusan kerja sosial, majelis hakim cukup menentukan lamanya kerja sosial, sementara jenis pekerjaannya diserahkan kepada jaksa eksekutor.

Menurutnya, bentuk kerja sosial bisa bervariasi, seperti membersihkan rumah ibadah, menyapu jalan, atau aktivitas sosial lain sesuai kesepakatan bersama.

“Nanti jenisnya ini apa saja bisa disepakati bersama,” tuturnya.

Kejagung Terbitkan Pedoman Pelaksanaan

Dalam menyambut pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026, Kejagung telah menyiapkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penerapan Pidana Bersyarat, Pidana Pengawasan, dan Pidana Kerja Sosial.

Pedoman ini diterbitkan lebih awal karena pidana kerja sosial merupakan jenis hukuman baru dalam sistem peradilan Indonesia. Bahkan, di beberapa daerah, praktik kerja sosial telah diterapkan berdasarkan Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Jadi ketika sudah dimaafkan dan pelaku bersama masyarakat sudah bersepakat, hukuman bisa berupa bersih-bersih masjid, gereja, dan sebagainya. Bentuknya sangat bervariasi,” jelas Asep.

KUHP Baru Dorong Reintegrasi Sosial

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa KUHP baru mendorong hakim untuk tidak langsung menjatuhkan pidana penjara.

Menurut Eddy, visi KUHP baru adalah reintegrasi sosial* agar pelaku tetap dapat berkontribusi kepada masyarakat tanpa harus mendekam di lembaga pemasyarakatan.

“Supaya saudara-saudara yang lulusan Poltekip tidak banyak kerjaan di lembaga pemasyarakatan, tetapi di luar lembaga pemasyarakatan,” ujarnya.

Dalam KUHP baru, pidana kerja sosial dan pidana pengawasan akan ditangani oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas), bukan lagi lembaga pemasyarakatan (lapas).

Editor : Tim Bacahukum

Sumber : dikutip dari VIVA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top