UU Polri Diuji ke MK, Pemohon Sebut Pernah Alami Ancaman dari Oknum Polisi

Bacahukum.com – Seorang advokat bernama Leon Maulana Mirza Pasha dan seorang karyawan swasta bernama Panji mengajukan pengujian materiil Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan dengan Nomor 183/PUU-XXIII/2025 itu diajukan setelah keduanya mengaku mendapat ancaman dari seorang aparat kepolisian yang diduga menyalahgunakan kewenangan.

“Tindakan yang dialami Pemohon ini tidak hanya mencerminkan penyalahgunaan wewenang, tapi juga menunjukkan adanya niat untuk memanfaatkan atribut Polri demi kepentingan pribadi yang tidak berlandaskan hukum,” ujar Leon dalam sidang di MK, Rabu (15/10).

Dugaan Ancaman dari Anggota Polisi

Kasus bermula ketika Leon dihubungi oleh M. Rifky Widyanto Pratama, yang mengaku sebagai anggota aktif kepolisian di bidang teknologi informasi dan komunikasi Polda Metro Jaya. Rifky menanyakan soal nama panggung “Icha Lovely” yang pernah digunakan oleh istri Leon.

Dalam perkara ini, Leon bertindak sebagai advokat perusahaan PT RCM, yang diklaim sebagai pemilik sah nama panggung tersebut. Namun, Rifky menolak penjelasan itu dan malah mempertanyakan legalitas perusahaan. Ia bahkan meminta dokumen legalitas perusahaan yang bersifat rahasia.

Leon menolak memberikan dokumen tersebut dan mengaku mendapat ancaman setelah penolakannya. “Saya sudah melakukan profiling, dan benar yang bersangkutan merupakan anggota aktif kepolisian. Bahkan di pesan WhatsApp dia menegaskan hal itu secara langsung,” jelas Leon.

Permohonan Uji Materi ke MK

Pasal 25 ayat (1) UU Polri berbunyi:

“Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberi pangkat yang mencerminkan peran, fungsi dan kemampuan, serta sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam penugasannya.”

Para pemohon menilai frasa “keabsahan wewenang” dalam pasal tersebut tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga dapat menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam petitumnya, mereka meminta Mahkamah menyatakan frasa itu bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai bahwa keabsahan wewenang hanya sah jika digunakan sesuai hukum, profesionalisme, dan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi atau golongan.

Tanggapan Majelis Hakim MK

Sidang perkara ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.

Dalam persidangan, Saldi menegaskan bahwa kasus konkret yang dialami para pemohon hanya dapat digunakan untuk menunjukkan legal standing atau kedudukan hukum dalam permohonan, bukan sebagai dasar utama pengujian norma.

“Kalau pasal yang diuji tidak memiliki causa verband atau hubungan sebab akibat dengan kerugian hak konstitusional para Pemohon, maka Mahkamah tidak akan memberikan kedudukan hukum,” ujar Saldi.

Ia juga menilai permintaan penafsiran yang diminta Pemohon sudah diatur dalam pasal-pasal lain yang lebih luas mengenai tanggung jawab anggota Polri. “Itu sudah lebih dari yang Saudara minta,” tambahnya.

Sebelum menutup sidang, Saldi memberi kesempatan kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan dalam waktu 14 hari. Berkas revisi harus diterima MK paling lambat Selasa, 28 Oktober 2025 pukul 12.00 WIB.

Editor : Tim Bacahukum

Sumber : dikutip dari katadata

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top