Kemenkumham Gelar Uji Publik RUU Pelaksanaan Pidana Mati

BacaHukum.com, Jakarta – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar uji publik Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej menegaskan bahwa uji publik ini bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan bagi terpidana mati berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).

“Tujuan dari RUU ini adalah memberikan jaminan pelindungan tentunya bagi terpidana mati berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,” ujar Eddy Hiariej saat memberikan sambutan uji publik RUU Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, Rabu (8/10/2025).

Eddy menyampaikan bahwa RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati telah ditetapkan sebagai prioritas legislasi nasional tahun 2025 melalui Keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026 tentang Perubahan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 serta Perubahan Kedua Prolegnas Prioritas Tahun 2025.

RUU ini nantinya akan menggantikan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum maupun militer.

“Pada tanggal 23 September 2025, melalui keputusan DPR RI RUU pelaksanaan pidana mati ini masuk dalam prioritas tahun 2025, artinya hari ini setelah kita membahas dan mendapatkan paraf dari kementerian/lembaga akan segera kita ajukan ke presiden bersama dengan Undang-Undang Penyesuaian Pidana,” ujar Eddy.

Kebaruan: Hak dan Kewajiban Terpidana Mati

Dalam paparannya, Eddy juga menjelaskan sejumlah kebaruan substansi yang membedakan RUU ini dengan aturan lama, terutama terkait hak, kewajiban, dan persyaratan bagi terpidana mati.

“Untuk hak narapidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang pemasyarakatan, bebas dari penggunaan alat pengekangan yang berlebihan, mendapatkan fasilitas hunian yang layak, menjalin komunikasi dengan keluarga dan/atau kerabat pasca penetapan pelaksanaan pidana mati ditetapkan, mengajukan tempat pelaksanaan pidana mati dan/atau mengajukan permintaan lokasi dan tata cara penguburan,” jelasnya.

Hak-hak tersebut dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap martabat manusia, sekalipun bagi mereka yang dijatuhi hukuman terberat.

Syarat dan Tahapan Eksekusi Pidana Mati

Lebih lanjut, Eddy menuturkan bahwa RUU ini juga mengatur secara lebih rinci tentang syarat pelaksanaan pidana mati.

Di antaranya, jika selama masa percobaan terpidana mati tidak menunjukkan sikap atau perbuatan yang terpuji, serta apabila tidak ada lagi harapan untuk diperbaiki atau telah memasuki masa tunggu pelaksanaan.

“Selain itu, syarat pelaksanaan pidana mati yaitu telah mengajukan grasi dan grasinya ditolak dan berada dalam kondisi sehat,” ujarnya.

Ketentuan ini diharapkan dapat menegaskan aspek kepastian hukum sekaligus memberi ruang bagi evaluasi perilaku terpidana sebelum pelaksanaan hukuman.

Pertimbangan Ilmiah untuk Metode Eksekusi

Eddy juga mengungkapkan adanya usulan pertimbangan ilmiah terkait metode pelaksanaan pidana mati yang dinilai paling cepat dan minim penderitaan.

Menurutnya, selain metode tembak mati, bisa dipertimbangkan alternatif lain seperti injeksi mematikan atau kursi listrik.

“Mungkin secara ilmiah bisa dipertimbangkan, yang mendatangkan kematian paling cepat itu apakah dengan kursi listrik atau dengan tembak mati atau dengan injeksi, kemarin sempat tercetus kenapa tidak dikasih pilihan, ini yang bisa kita diskusikan,” ujar Eddy.

RUU Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati menjadi bagian dari reformasi hukum pidana nasional yang menekankan keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap HAM.

Editor : Tim BacaHukum

Sumber : dikutip dari detiknews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top